Hari ini kami bertiga teman 1kantor bermaksud jalan-jalan ala backpacker ke Taman Begonia-Lembang mencegat angkot warna kuning dari simpang pasar Lembang yang melaju ke arah Maribaya. Sebelumnya kami tanya apakah menuju arah Maribaya, supir bilang iya.
Namun setelah kami naik ternyata angkot kuning tsb tdk sampai tempat yang kami tuju karena itu bukan trayeknya. Si supir malah menyarankan kami ke Tangkuban Perahu yang notabene menurut sepengetahuan kami tdk ada angkutan umum masuk kesana dan jalan kakinya jauh. Namun si supir menerangkan jika sekarang pegelolanya bukan lagi perhutani melainkan swasta dan sdh ada angkutan umum kesana.
Akhirnya kami setuju untuk berwisata ke tangkuban perahu, namun ditengah perjalanan barulah si supir mengatakan jika dari pintu tiket biasanya nyarter mobil. Karena hari masih terhitung pagi sekitar jam9:30 dan tidak ada angkot lain kami lihat lalu lalang sekitar sana, kami yang perempuan semua merasa khawatir dan tanggung untuk kembali turun membuang waktu tanpa berwisata, akhirnya kami tanya berapa untuk naik sampai area tangkuban perahu. Si supir hanya mengatakan biasanya 40rb sekali jalan, yang berarti 80rb plg pergi. Kami tawar 70rb, supir setuju.
Kami hanya sekitar 30menit di area kawah , minta turun kembali ke pasar lembang dan tiba pukul 11 siang. Disana, kami baru kaget karena si supir menagih tarif 210rb untuk perjalanan selama 2jam dikurangi 30menit di tangkuban perahu. Jelas-jelas kami merasa tertipu setelah sebelumnya dia mengatakan ada trayek angkot menuju tepat didepan kawah sampai dia tidak menerangkan dengan gamblang bahwa tarif 70rb/org bukan per mobil.
Kalaupun kami bandingkan naik angkot eceran, pasar Lembang ke pintu tiket berjarak +/- 10km paling hanya 10rb x3 =30rb wajarlah sampe kawah 12km 80rb pp. Karena setelah turun bukan hanya kami di angkot tsb, diperjalanan si sopir naikin banyak penumpang lagi.
Semoga tidak ada lagi wisatawan yang jadi korban penipuan si sopir laknat. Saya sendiri sebagai orang Sunda asli Sukabumi jadi malu sama teman2 yang notabene orang suku lain. Dan merasa ditipu sama sesama suku Sunda itu serasa gak punya sodara orang Sunda lagi (saking sakit hatinya-red). Kenapa masih saja ada sopir semacam itu yang kelihatannya seperti membantu tapi ternyata ada niatan mengambil keuntungan dari para traveller yang kebingungan. Sungguh memalukan orang-orang semacam itu dan membuat kapok wisatawan yang akan kesana.
Tempat wisata yang kurang bagus, pelayanan seadanya atau makanan yang disajikan asal-asalan, seringkali tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan wisatawan. Bahkan jauh dari nilai wajar tempat-tempat wisata pada umumnya. Intinya seringkali wisatawan yang baru pertama kali datang dan kebingungan, justru digetok dengan harga-harga yang mahal seolah-olah mereka semua datang untuk membuang-buang uang saja.
Bahkan ada saya dengar di floating market seorang ibu yg menawar jasa perahu dayung dan membuat si Teteh bersungut2 karena kesal harga 2ribu perak masih ditawar jadi seribu. Dia mengatakan "Jika gak punya uang, ya gak usah jalan-jalan", dia mengatakan itu pakai bahasa sunda yg saya pahami betul. Emang benar kterlaluan memang si Ibu, namun si Teteh seperti menyepelekan banget akan adanya wisatawan. Emangnya kalau tidak ada wisatawan yang kesana, dia masih bisa ngais rezeki disana? Heran..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar