Tampilkan postingan dengan label wisata bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata bali. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 September 2017

Kabut di Bedugul dan Kebun Raya Bali

Sabtu sore ketika itu, hujan gerimis, kami berniat untuk survey outing kantor di Kebun Raya Bedugul. Kami berangkat dari jam3 sore waktu Denpasar, sampai Pasar Bedugul sekitar jam5 karena beberapa kali berteduh (kami tidak bawa jas hujan)

Pelangi Homestay
                         
Seperti dugaanku, puncak Bedugul pastilah akan diselimuti kabut tebal karena seperti itulah biasanya setelah hujan. Ekspektasi menjumpai kabut seperti di puncak Bogor-Cianjurpun kami dapatkan.
Ini kali pertama kami menjumpai kabut selama di Bali. Rasa kangen akan puncak Cipanas sepertinya mulai terobati.

Jalanan licin berkelok-kelok, kabut tebal, dan iringan kendaraan yang bergerak perlahan. Inilah yang kembali kami rasakan.

Setelah istirahat ngopi sebentar di Indomaret, kami menuju penginapan via tr**el*ka, Pelangi Homestay, harganya paling reasonable menurut kami. Lokasi bagus, dekat pasar dan kebun raya, suasana tampak agak2 horor waktu kami datangi, sepi dan penuh kabut. Sampe2 ga bisa tidur, jadi kurang nyaman.. (Haha, parno sndiri)

Esok harinya matahari sudah nongol, tapi tetap saja udara disini memang sejuk. Kamipun menuju Kebun Raya sesuai tujuan utama. Tanya-tanya seputaran mengadakan outing, harga tiket masuk 8k / orang, parkir motor 3k. Bali Treetop tiket lokal dewasa 210k, anak-anak 120k, untuk bule 350k dewasa.

Kebun Raya Bedugul


Bali Tree Top
                      
Muter-muter cari lokasi yang bagus, ngintip juga permainan kelompok yang sedang outing disana. Ngobrol-ngobrol gimana cara memeriahkan outing, susunan acara, jenis permainan sampe hadiahnya.

Hanya mobil pribadi saja yang diperbolehkan masuk area kebun raya, bis dan motor hanya boleh parkir diluar. Sewa panggung,sound system,colokan listrik bisa sewa sama pengelola, tapi jika peralatan bawa sendiripun tidak dilarang.



Jumat, 16 Juni 2017

Pelesiran Toya Devasya Kintamani

Perjalanan kami selanjutnya dengan sepeda motor adalah menuju kintamani, tepatnya ke pemandian air panas Toya Devasya.
Ini semua karena salah prediksi arus laut aja, tadinya kami berniat menyeberang ke pulau Nusa Penida untuk eksplore wisata disana. Namun ternyata cuaca tidak mendukung, ombaknya sedang pasang dan angin juga cukup kencang. Ya sudahlah, next time saja ke Nusa Penida..

Kami melaju dari Denpasar menuju Kintamani melewati jalur By Pass Ida Bagus Mantra, Klungkung, Bangli menuju Kintamani hanya dalam waktu kurang lebih satu setengah jam saja.

Pemandangan dari atas sangat recomended buat foto-foto, dengan latar danau batur serta gunung agung. Angin lembah juga berhembus dengan sejuk walaupun tengah hari, memanjakan mata untuk berlama-lama duduk disana. Hanya saja pengunjung akan sering ditawari ibu-ibu penjual accesories, pijat refleksi atau buah apalah yang kadang agak sedikit memaksa. Tapi tidak masalah selama kita bisa menolaknya secara sopan.

Turun ke Danau, jalanan agak curam dan berkelok-kelok serta kurang mulus. Beberapa bagian sedang diperbaiki. Hati-hatilah jika keadaan rem kurang pakem ketika dari arah berlawanan berpapasan kendaraan lain misalkan mobil. Kontur jalanan pinggir danau menuju pemandian air panas pun tidak begitu rata di beberapa titik.

Di kintamani ada 2tempat pemandian air panas yang katanya alami yaitu Toya Devasya dan Toya Bungkah. Kami memilih yang Toya Devasya karena sepertinya bagus jika lihat di foto-foto.

Tiket masuknya 60.000 perorang bagi wisatawan domestik dan wajib deposit uang 80.000 untuk 2orang. Entah karena apa ada deposit, mungkin untuk penyewaan loker 10.000 atau lainnya.

Di dalamnya tidak begitu luas, ada pemandian buat anak kecil, ada 1kolam air biasa size olympic, ada restoran, ada cafe dengan bangku-bangkunya. Kolam air panas dewasanya hanya ada 1 yang langsung menghadap danau. Tapi tidak terlalu panas menurut kami, hanya suam-suam kuku saja panasnya kecuali dari pancurannya ada terasa agak panas.

Kami tidak lama mandi disana, hanya sekedar foto-foto saja. Selanjutnya pulang sambil mencari makan ikan mujair nyatnyat aslinya kintamani, tapi dapat-dapatnya malah di Ubud. Nyari resto apung yang banyak direkomen orangpun kami tidak ketemu, malah bablas mau masuk Desa Trunyan yang terkenal seram.
Ya nikmatilah mujair nyatnyat Kintamani di Ubud.. :)

Rabu, 25 Januari 2017

Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Lapangan Puputan Renon)

Tidak sengaja sebenarnya kami berkunjung ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini. Hanya karena ingin main menghabiskan waktu weekend, namun hari sudah terlanjur siang dan  cuaca waktu itu lumayan terik.

Sehabis checkout Savoyya Hotel, kulineran makan Panties Pizza, belanja-belanja kecil di Tiara Dewata.. Akhirnya karena lewat tidak sengaja melihat bangunan besar ditengah lapangan, kami memutuskan untuk sekedar bersantai disini.

Masuk monumen dikenakan tarif 10ribu/orang untuk orang lokal dan tentunya lebih mahal untuk turis mancanegara. Pintu gerbang hanya dijaga beberapa orang yang bernaung dibawah pohon saja.

Bentuk bangunan monumennya cukup unik, serupa candi yang banyak di jawa tengah. Jadinya ada saja turis mancanegara yang mengadakan foto prewedding disini.

Begitu masuk, ada kolam kecil berikut air mancurnya sehingga cukup adem ketika titik-titik airnya tertiup angin. Lebih naik lagi, masuk ke dalam ruangan, ada kolam ikan koi warna warni dan tangga naik ke atas menara yang cukup tinggi. Sementara lantai 2 sekelilingnya dipenuhi diorama perjuangan rakyat Bali dari jaman dulu sampai masa perjuangan kemerdekaan.

Senin, 02 Januari 2017

Taman Ujung Soekasada

Bagian ke-2 dari perjalanan kami ke Karangasem adalah mengunjungi Taman Ujung Soekasada di sebelah timur Bali. Lokasinya persis dipinggir pantai, bahkan parkirannya sendiri berbatasan langsung dengan pantai.

Dengan membayar tiket 15ribu per orang serta parkir motor 2ribu, kami bebas membawa makanan minuman ke areal wisata. Beberapa keluarga yang berkunjung juga kebanyakan justru berpiknik di atas hamparan rumput hijau dipinggir kolam-kolam ikan.


Taman Ujung Soekasada lebih mirip taman bernuansa bangunan-bangunan tua, dan yang paling ikonik disini adalah bangunan tua diatasnya.

Pengunjung harus menaiki beberapa anak tangga untuk mencapai spot foto terbaik disini. Dan waktu kami kesana, banyak sekali orang-orang disana yang berfoto sehingga kami malas untuk naik.
Bagi keluarga yang bawa anak-anak, bisa menghibur mereka dengan sewa sepeda air diatas kolam atau memberi makan ikan-ikan pinggir kolam sementara yang lainnya bersantap diatas tikar yang dibawa masing-masing dari rumah.





Bagi kami sendiri tempat ini tidak begitu mengesankan, tidak begitu luas dan juga kurang menghibur buat spot foto. Saran saya pribadi sih, lebih baik lagi jika taman ini lebih banyak ditanami bunga-bunga dan tempat duduk sehingga bisa lebih berwarna dan nyaman untuk berlama-lama disini. Lagipula di Bali ini sepertinya masih belum banyak taman yang menyajikan bunga beraneka warna.


Pantai Amed Tahun Baru 2017

Benar apa yang dibilang Ni Kadek, gadis asli Bali teman sekantor bahwa tahun baru di Bali identik dengan cuaca mendung dan hujan. Kali inipun pergantian tahun baru disambut dengan hujan sejak pagi hari. Selain itu pemandangannya sama saja seperti di Jakarta yaitu macet parah terutama menuju tempat-tempat wisata dan hiburan malam seperti kawasan kuta legian.



Sebenarnya kemacetan parah sudah mulai terasa dari Jumat siang, orang-orang mulai hilir mudik dengan kegiatannya masing-masing. Kemudian semakin parah pada Sabtu menjelang malam.

Sayapun memutuskan untuk tahun baruan menyingkir jauh dari Selatan Bali menuju Pantai Amed.
Entah mengapa tiba-tiba terpikir untuk ke Pantai Amed, padahal sedikitpun tidak terpikir untuk melihat pemandangan wisata yang bagus disana. Hanya saja ada keinginan mengunjungi Taman Ujung Soekasada di Karangasem, agar satu jalur maksudnya.

Dan sesampainya kami di Pantai Amed, ini lebih mirip pantai Ujung Genteng di Sukabumi. Jalanan yang sempit dengan kiri kanan berjejer aneka jenis penginapan dan cafe-cafe kecil pinggir pantai. Kawasan ini kurang tertata apik, sampai-sampai kami sendiri tidak tahu dimana sebenarnya pantai Amed karena tidak ada plang khusus bertuliskan nama tersebut. Atau memang mungkin tidak ada pantai buat umum disini, melainkan semua milik bungalow-bungalow tersebut, jadi semacam private beach.

Yang kami lihat pantai hanya dari tepi jalan, itupun Pantai Jemeluk namanya, agak jauh dari peta Pantai Amed.

Jangan harap ketemu penjual makanan murah sekelas backpacker dsini, rata-rata semua cafe sekelas bule atau menengah keatas. Satu-satunya yang menolong cuma Indomart.


Jalanan sekitar jika malam juga seram banget, sempit, berkelok-kelok, menanjak dan minim penerangan jalan. Karena ini pula akhirnya kami memutuskan untuk menginap disini, di homestay milik penduduk. Memang tidak semeriah di Kuta atau Jakarta, tahun baru disini lebih tenang, hanya beberapa cafe dan bar saja yang mengadakan party kecil-kecilan buat bule.

Senin, 05 Desember 2016

Wisata Bedugul : Pura Ulun Danu Beratan

Walaupun tidak terlalu jauh dari Denpasar, tapi untuk ke tempat ini pagi-pagi rasanya tidak mungkin mengingat hujan yang tidak pernh tau waktu sekarang-sekarang ini.
Kami memilih booking hotel via Traveloka, lumayan hemat waktu jadinya walaupun berangkat malam harinya.

Setelah pagi sarapan, kamu langsung menuju pura karena baca-baca web katanya harus pagi-pagi kunjungan biar tidak hujan dan berkabut. Benar saja, pagi itu masih cerah ada matahari sehingga kami bisa puas selfie-selfie di sekitar pura.

Tiket masuknya juga tidak terlalu mahal, hanya 20ribu/orang dan puranya tidak jauh dari pinggir jalan.

Komplek pura sendiri tidak boleh dimasuki wisatawan, hanya dilewati saja. Untuk berfoto dan lain-lain adanya dipinggir danau persis seperti di gambar uang biru 50ribuan.

Pemandangan dengan latar pura, danau dan perbukitan yang berawan, sungguh menakjubkan. Ditambah dengan udara yang sejuk serta hangat matahari pagi, rasanya kami akan betah berlama-lama berwisata sekitaran sini.

Lanjut berniat ke Lovina, eh keburu hujan gerimis dan kabut turun sepanjang jalan diatas danau buyan. Akhirnya kami berhenti untuk makan bakso ayam sambil menikmati pemandangan Danau Tamblingan yang berkabut diatasnya. Oh ya, untuk yang muslim mesti jeli pilih-pilih makanan disini ya karena kebanyakan yang jual makanan disini menu nonhalal.

Tidak perlu ke Kintamani ternyata, disini juga kabutnya lumayan tebal dan tentunya bikin udaranya dingin sekali. Lanjut ke arah jalan gitgit juga sma, jalanan yang berkelok-kelok tajam, licin dan menurun serta kabut yang agak menghalangi pandangan.. Berhati-hatilah kalau rem-nya bermasalah.

Kamipun akhirnya memilih kembali pulang setelah tahu jalanan menuju air terjun Gitgit medannya terlalu sulit untuk kami tempuh. Begitupun untuk memasuki Kebun Raya Bedugul yang luas, kami memilih mundur mengingat kami tidak membawa makanan atau tikar untuk berpiknik disini.

Thanks Bedugul, see you next time..

Sabtu, 12 November 2016

Tampak Siring Journey

Mumpung di Bali, sepertinya setiap weekend jadi begitu berarti untuk liburan. Sayangnya sudah menuju musim penghujan nih, cuaca mendung-mendung bikin males gerak..

Untungnya kemarin itu cuaca siang masih ada matahari, tergeraklah untuk jalan-jalan ke Ubud dan tampak siring.

Masih berdua teman kantor, berangkatlah ladies jalan-jalan boncengan motor dari kuta menuju Denpasar. Hanya untuk makan dulu, biar ga pusing nyari makan nanti di tempat wisata.

Makan sop kepala ikan di Warung Sanur jl.Mpu Tantular-Renon, lumayan puas karena dapat 2mangkok sop kepala ikan+2 ikan goreng+2nasi+sambal+1 es jeruk+1 es cincau hanya 84k.

Kenyang makan, kami menuju daerah Gianyar, tadinya mau ke air terjun katulampa tapi berhubung musim hujan pastilah airnya keruh. Jadilah tujuan ke tampak siring.

Sedang khusyu mengemudi, eh kejadian juga, ada arak-arakan orang di truk berbaju adat terus seenaknya saja pada turun dan melakukan pawai.Kendaraan lain di stop, sebagian motor disuruh putar balik.. Omg
Untungnya berbekal gps, nemu juga jalan tikus menuju tampak siring journey.

Adanya di tempat pedesaan, ditengah hutan lebat dan terdengar bunyi congcorang yang nyaring sekali. Enak juga tempatnya buat sekedar duduk-duduk menjelang sore. Suasana santai dan dibuat senatural mungkin untuk beristirahat.

Harga tiketnya juga murah meriah, hanya 10rb/orang dan sudah dapat free minuman dingin rasa jeruk, coklat atau cappucino.

Ada permainan ayunan anak-anak, ada tempat duduk di atas , ada pemandangan pesawaha juga. Tapi yang jelas tempatnya seperti belum jadi, masih direnovasi sana-sini. Dan tidak ada pembatas antara tempat wisata dan hutan atau dengan pesawahan warga.

Mungkin konsep kedepannya akan bagus, ada resto-nya mungkin di atas dan pemandangan sawahnya juga diperbaharui lagi. Semoga saja..

Sabtu, 05 November 2016

Waterblow Nusa Dua

Hampir genap 1bulan kedatanganku di Bali ini, rasanya waktu berjalan begitu lambat..
Hari-hari terasa mulai membosankan, ditambah lagi dengan kurangnya fasilitas transportasi yang menjadi momok utama kehidupanku disini. Secara, orang yang tidak bisa mengemudi apapun jenis kendaraan macam aku sudah bisa dipastikan akan cepat merasa bosan di pulau ini.

Memang, Bali penuh tempat-tempat eksotis yang patut dibanggakan oleh negara ini. Wisatanya terkenal di seluruh dunia, namun sayang sekali sarana transportasi umum masih kurang memadai atau memang peminatnya yang kurang.Entahlah..

Jadilah aku seorang yang merasa bodoh telah memilih untuk bekerja disini dan terjebak dalam rutinitas yang membosankan di pulau yang sangat indah ini.

Aku selalu mengandalkan gojek untuk urusan kemana-mana atau teman kantorku untuk mengajak jalan-jalan, seperti kali ini sepulang urusan di kantor kami memilih pergi jalan-jalan ke Waterblow. Berboncengan dari Kuta menuju arah Jimbaran, mampir makan bakar ikan di pasar Kedonganan.

Pengalaman yang mengesankan makan ikan bakar disini, beli ikan sendiri, pilih-pilih akhirnya  beli cumi dan ikan kerapu. Minta dibakar dekat warung-warung pinggir pantai, duduk-duduk sambil melihat pemandangan perahu nelayan yang merapat. Minum es kelapa muda, ditambah dengan membayar harga yang jauh lebih murah daripada makan di resto Jimbaran.. Lengkap sudah puasnya makan ikan bakar disini

Agak sorean barulah kami menuju Waterblow yang kalau difoto-foto orang ada ombaknya yang menyembur muncrat dari karang-karang. Sayangnya waktu kami kesana tidak ada ombak seperti itu, laut biru sepertinya sedang tenang damai sentosa.

Entah disini itu ada tulisan Peninsula island begitu kami masuk dan berjalan kaki dari parkiran sekitar 100-200mtr, tapi aku tidak melihat ada pulau lagi. Yang ada hanya patung seperti Sri Rama dan Lesmana yang ada ditengah lapangan rumput.

Sore-sore dan malam minggu seperti ini, ternyata lokasi ini banyak dipakai orang-orang yang jogging atau sekedar jalan-jalan bersama hewan peliharaan. Bule-bule sendiri sepertinya lebih suka berenang di pantainya atau tidur-tiduran dibawah cabana. Aku sendiri lebih suka tiduran diatas rumput hijau dibawah pohon rindang, lebih terasa damai..

Sayang sekali, musim hujan rupanya mulai menghampiri Bali walaupun terlambat jauh dari   Jakarta dsk yang lama telah hujan setiap hari. Kami pun segera pulang..

Sabtu, 22 Oktober 2016

Hidden Canyon Gianyar Bali

Pengalaman menyusuri alam Gianyar Bali kali ini langsung sedikit ekstrim menurutku. Ini karena Wulan, teman kantor yang notabene asli Bali belum pernah ke Hidden Canyon yang katanya bagus buat foto-foto eksotisnya.

Itu juga karena aku terus terang mengandalkan dia untuk jalan kemana-mana, secara aku baru landing 2minggu lalu ke Bali.

Kami berboncengan menuju Gianyar dan hidden canyon terlewati karena tulisannya tidak terlihat jelas, hanya pakai banner yang tidak terlalu besar.Terletak di tengah komplek pura, entah pura apa dan pemakaman yang tidak terlalu besar.

Bayar tiket 15ribu untuk 1orang dan bebas pilih pilih pemandu atau tidak. Mengingat area asing, kamipun menggandeng 1orang pemandu, seorang pemuda lokal bernama Nyoman.

Beberapa turis asing yang sama-sama mau menjajal trek inipun ada yang pakai guide ada yang tidak, mereka tampak santai mengenakan bikini seksi.

Ini seperti petualangan si bolang buat saya, menyusuri aliran sungai yang dangkal dengan diapit tebing setinggi kira-kita 10meter.Alas kaki dicopot, dibawa Nyoman, melompat-lompat dari satu batu ke batu lainnya, merangkak-rangkak di tepian tebing juga.Oh,wulan.. demi mendapatkan foto yang eksotis kita harus sejauh ini kah? Ahhahaa..

Untungnya airnya jernih dan adem banget di kaki, banyak ikan kecil-kecil juga, bisa buat terapi gratis nih. Hanya saja lama kelamaan nih telapak kaki gak kuat juga injak-injak kerikil batu yang tajam, sakitnya minta ampun dah..

Spot foto 1, spot 2,.. Kelompok-kelompok kecil barengan kami sudah pada menyerah, banyak yang memilih pulang lagi ke parkiran. Kami terus jalani sampai spot 3 terakhir di hutan-hutan yang sedikit terlihat angker. Melewati sebuah gubuk kecil yang ada air pancurannya juga, pulang menyusuri pesawahan, mini zoo hidden canyon, sampai kembali ke sebelah pura dekat parkiran.

Syukurlah, setelah berjalan kaki menyusuri trek ini hampir 2jam lamanya..kami duduk-duduk sebentar membeli air kelapa muda, lalu membersihkan diri di toilet. Memberikan tip secukupnya ke pemandu jalan dan pulang dengan telapak kaki bengkak serta muka memerah kecapean.