Minggu, 18 Desember 2016

Cara menuju Lombok via Pelabuhan Padang Bai

Dari Kawasan Kuta, jl.Sunset Road, Jl By Pass Ngurah Rai, Belok kanan ke arah Tabanan menuju Jl.Ida Bagus Mantra. Tinggal lurus terus sampai ke menemukan Pelabuhan Padang Bai, adanya belok ke sebelah kanan jalan. Perjalanan memakan waktu kira-kira 1,5 - 2jam dengan jalanan aspal yang relatif bagus dan mayoritas trek lurus saja.



Sebelum berangkat, ada baiknya membeli cemilan dulu di alfamart sebelah pom bensin sekalian isi bensin biar tidak kehabisan di jalan karena perjalanan di kapal akan memakan waktu paling cepat 4jam dengan kecepatan kapal rata-rata 18-24knot.

Walaupon di kapal ada tivi, agar tidak bosan lebih baik main gadget atau tidur. Jika beruntung dapat kapal yang tempat duduknya bagus bisa tiduran di bangku selama perjalanan. Kalaupun pengen tiduran lebih nyaman, bisa pesan kamar sewaan yang lumayan mahal atau sekedar matras yang disewakan 50ribuan.


Tarif tiket penyeberangan dari Pelabuhan Padang Bai ke Pelabuhan Lembar pada Desember 2016 untuk motor dengan berapapun penumpang yang naik diatasnya sebesar Rp.112.000,-. Sangat murah dibandingkan jika yang naik motor 1keluarga dengan 2anak diatas motor. Begitupun dengan tarif penyeberangan sebaliknya.

Senin, 05 Desember 2016

Wisata Bedugul : Pura Ulun Danu Beratan

Walaupun tidak terlalu jauh dari Denpasar, tapi untuk ke tempat ini pagi-pagi rasanya tidak mungkin mengingat hujan yang tidak pernh tau waktu sekarang-sekarang ini.
Kami memilih booking hotel via Traveloka, lumayan hemat waktu jadinya walaupun berangkat malam harinya.

Setelah pagi sarapan, kamu langsung menuju pura karena baca-baca web katanya harus pagi-pagi kunjungan biar tidak hujan dan berkabut. Benar saja, pagi itu masih cerah ada matahari sehingga kami bisa puas selfie-selfie di sekitar pura.

Tiket masuknya juga tidak terlalu mahal, hanya 20ribu/orang dan puranya tidak jauh dari pinggir jalan.

Komplek pura sendiri tidak boleh dimasuki wisatawan, hanya dilewati saja. Untuk berfoto dan lain-lain adanya dipinggir danau persis seperti di gambar uang biru 50ribuan.

Pemandangan dengan latar pura, danau dan perbukitan yang berawan, sungguh menakjubkan. Ditambah dengan udara yang sejuk serta hangat matahari pagi, rasanya kami akan betah berlama-lama berwisata sekitaran sini.

Lanjut berniat ke Lovina, eh keburu hujan gerimis dan kabut turun sepanjang jalan diatas danau buyan. Akhirnya kami berhenti untuk makan bakso ayam sambil menikmati pemandangan Danau Tamblingan yang berkabut diatasnya. Oh ya, untuk yang muslim mesti jeli pilih-pilih makanan disini ya karena kebanyakan yang jual makanan disini menu nonhalal.

Tidak perlu ke Kintamani ternyata, disini juga kabutnya lumayan tebal dan tentunya bikin udaranya dingin sekali. Lanjut ke arah jalan gitgit juga sma, jalanan yang berkelok-kelok tajam, licin dan menurun serta kabut yang agak menghalangi pandangan.. Berhati-hatilah kalau rem-nya bermasalah.

Kamipun akhirnya memilih kembali pulang setelah tahu jalanan menuju air terjun Gitgit medannya terlalu sulit untuk kami tempuh. Begitupun untuk memasuki Kebun Raya Bedugul yang luas, kami memilih mundur mengingat kami tidak membawa makanan atau tikar untuk berpiknik disini.

Thanks Bedugul, see you next time..

Sabtu, 12 November 2016

Tampak Siring Journey

Mumpung di Bali, sepertinya setiap weekend jadi begitu berarti untuk liburan. Sayangnya sudah menuju musim penghujan nih, cuaca mendung-mendung bikin males gerak..

Untungnya kemarin itu cuaca siang masih ada matahari, tergeraklah untuk jalan-jalan ke Ubud dan tampak siring.

Masih berdua teman kantor, berangkatlah ladies jalan-jalan boncengan motor dari kuta menuju Denpasar. Hanya untuk makan dulu, biar ga pusing nyari makan nanti di tempat wisata.

Makan sop kepala ikan di Warung Sanur jl.Mpu Tantular-Renon, lumayan puas karena dapat 2mangkok sop kepala ikan+2 ikan goreng+2nasi+sambal+1 es jeruk+1 es cincau hanya 84k.

Kenyang makan, kami menuju daerah Gianyar, tadinya mau ke air terjun katulampa tapi berhubung musim hujan pastilah airnya keruh. Jadilah tujuan ke tampak siring.

Sedang khusyu mengemudi, eh kejadian juga, ada arak-arakan orang di truk berbaju adat terus seenaknya saja pada turun dan melakukan pawai.Kendaraan lain di stop, sebagian motor disuruh putar balik.. Omg
Untungnya berbekal gps, nemu juga jalan tikus menuju tampak siring journey.

Adanya di tempat pedesaan, ditengah hutan lebat dan terdengar bunyi congcorang yang nyaring sekali. Enak juga tempatnya buat sekedar duduk-duduk menjelang sore. Suasana santai dan dibuat senatural mungkin untuk beristirahat.

Harga tiketnya juga murah meriah, hanya 10rb/orang dan sudah dapat free minuman dingin rasa jeruk, coklat atau cappucino.

Ada permainan ayunan anak-anak, ada tempat duduk di atas , ada pemandangan pesawaha juga. Tapi yang jelas tempatnya seperti belum jadi, masih direnovasi sana-sini. Dan tidak ada pembatas antara tempat wisata dan hutan atau dengan pesawahan warga.

Mungkin konsep kedepannya akan bagus, ada resto-nya mungkin di atas dan pemandangan sawahnya juga diperbaharui lagi. Semoga saja..

Sabtu, 05 November 2016

Waterblow Nusa Dua

Hampir genap 1bulan kedatanganku di Bali ini, rasanya waktu berjalan begitu lambat..
Hari-hari terasa mulai membosankan, ditambah lagi dengan kurangnya fasilitas transportasi yang menjadi momok utama kehidupanku disini. Secara, orang yang tidak bisa mengemudi apapun jenis kendaraan macam aku sudah bisa dipastikan akan cepat merasa bosan di pulau ini.

Memang, Bali penuh tempat-tempat eksotis yang patut dibanggakan oleh negara ini. Wisatanya terkenal di seluruh dunia, namun sayang sekali sarana transportasi umum masih kurang memadai atau memang peminatnya yang kurang.Entahlah..

Jadilah aku seorang yang merasa bodoh telah memilih untuk bekerja disini dan terjebak dalam rutinitas yang membosankan di pulau yang sangat indah ini.

Aku selalu mengandalkan gojek untuk urusan kemana-mana atau teman kantorku untuk mengajak jalan-jalan, seperti kali ini sepulang urusan di kantor kami memilih pergi jalan-jalan ke Waterblow. Berboncengan dari Kuta menuju arah Jimbaran, mampir makan bakar ikan di pasar Kedonganan.

Pengalaman yang mengesankan makan ikan bakar disini, beli ikan sendiri, pilih-pilih akhirnya  beli cumi dan ikan kerapu. Minta dibakar dekat warung-warung pinggir pantai, duduk-duduk sambil melihat pemandangan perahu nelayan yang merapat. Minum es kelapa muda, ditambah dengan membayar harga yang jauh lebih murah daripada makan di resto Jimbaran.. Lengkap sudah puasnya makan ikan bakar disini

Agak sorean barulah kami menuju Waterblow yang kalau difoto-foto orang ada ombaknya yang menyembur muncrat dari karang-karang. Sayangnya waktu kami kesana tidak ada ombak seperti itu, laut biru sepertinya sedang tenang damai sentosa.

Entah disini itu ada tulisan Peninsula island begitu kami masuk dan berjalan kaki dari parkiran sekitar 100-200mtr, tapi aku tidak melihat ada pulau lagi. Yang ada hanya patung seperti Sri Rama dan Lesmana yang ada ditengah lapangan rumput.

Sore-sore dan malam minggu seperti ini, ternyata lokasi ini banyak dipakai orang-orang yang jogging atau sekedar jalan-jalan bersama hewan peliharaan. Bule-bule sendiri sepertinya lebih suka berenang di pantainya atau tidur-tiduran dibawah cabana. Aku sendiri lebih suka tiduran diatas rumput hijau dibawah pohon rindang, lebih terasa damai..

Sayang sekali, musim hujan rupanya mulai menghampiri Bali walaupun terlambat jauh dari   Jakarta dsk yang lama telah hujan setiap hari. Kami pun segera pulang..

Sabtu, 22 Oktober 2016

Hidden Canyon Gianyar Bali

Pengalaman menyusuri alam Gianyar Bali kali ini langsung sedikit ekstrim menurutku. Ini karena Wulan, teman kantor yang notabene asli Bali belum pernah ke Hidden Canyon yang katanya bagus buat foto-foto eksotisnya.

Itu juga karena aku terus terang mengandalkan dia untuk jalan kemana-mana, secara aku baru landing 2minggu lalu ke Bali.

Kami berboncengan menuju Gianyar dan hidden canyon terlewati karena tulisannya tidak terlihat jelas, hanya pakai banner yang tidak terlalu besar.Terletak di tengah komplek pura, entah pura apa dan pemakaman yang tidak terlalu besar.

Bayar tiket 15ribu untuk 1orang dan bebas pilih pilih pemandu atau tidak. Mengingat area asing, kamipun menggandeng 1orang pemandu, seorang pemuda lokal bernama Nyoman.

Beberapa turis asing yang sama-sama mau menjajal trek inipun ada yang pakai guide ada yang tidak, mereka tampak santai mengenakan bikini seksi.

Ini seperti petualangan si bolang buat saya, menyusuri aliran sungai yang dangkal dengan diapit tebing setinggi kira-kita 10meter.Alas kaki dicopot, dibawa Nyoman, melompat-lompat dari satu batu ke batu lainnya, merangkak-rangkak di tepian tebing juga.Oh,wulan.. demi mendapatkan foto yang eksotis kita harus sejauh ini kah? Ahhahaa..

Untungnya airnya jernih dan adem banget di kaki, banyak ikan kecil-kecil juga, bisa buat terapi gratis nih. Hanya saja lama kelamaan nih telapak kaki gak kuat juga injak-injak kerikil batu yang tajam, sakitnya minta ampun dah..

Spot foto 1, spot 2,.. Kelompok-kelompok kecil barengan kami sudah pada menyerah, banyak yang memilih pulang lagi ke parkiran. Kami terus jalani sampai spot 3 terakhir di hutan-hutan yang sedikit terlihat angker. Melewati sebuah gubuk kecil yang ada air pancurannya juga, pulang menyusuri pesawahan, mini zoo hidden canyon, sampai kembali ke sebelah pura dekat parkiran.

Syukurlah, setelah berjalan kaki menyusuri trek ini hampir 2jam lamanya..kami duduk-duduk sebentar membeli air kelapa muda, lalu membersihkan diri di toilet. Memberikan tip secukupnya ke pemandu jalan dan pulang dengan telapak kaki bengkak serta muka memerah kecapean.

Senin, 26 September 2016

Lembang Part I: Farm House

Perjalanan pertama kami dalam rangka "ngebolang" ala anak2 cewek sekantor dimulai dari perjalanan kereta api Gambir ke Stasiun Bandung. Tiba sekitar jam12 siang langsung bermaksud cari penginapan sekitar situ, hanya saja beberapa hotel yang kami datangi sudah full semua.Maklum karena PON sedang berlangsung di Bandung.

Akhirnya kami langsung menuju Lembang dengan memesan Gojek, tapi dari 3x pesan goride ternyata dicancel sama rider dengan alasan tidak boleh dari stasiun karena banyak ojek pangkalan. Tapi setelah semua dicancel hanya satu yang tidak bisa cancel, rider terlanjur confirm ontheway.Terpaksa saya turun dari angkot lembang menggunakan layanan gojek tersebut di dekat hotel Vio-pasir kaliki.

Saya tiba duluan, makan bakso pinggir jalan sambil menunggu mereka. Cek in hotel pas depan Farm house, lumayan murah dan bersih untuk budget backpacker seperti kami.
Masuk farm house hanya berjalan kaki, bayar tiket 20ribu/orang langsung tukar minum susu coklat atau rasa stoberi. Yummy..

Lokasinya tidak begitu luas menurut saya, tapi cukup bagus buat foto-foto dan duduk-duduk santai sambil ngopi.

Sayang sekali pengunjungnya ramai sekali waktu itu, beberapa spot foto seperti rumah hobbit dll harus antre sama yang lainnya.Selain itu hujan datang dan pergi, berulang lagi terus menerus bikin males mau antre foto.

Tempat yang paling enak menurut saya ada posisi diatas rumah hobbit itu, tempat terbuka dengan banyak bangku dan meja. Ada stand-stand makanan juga sehingga enak buat ngopi sore-sore atau malam jika cuaca cerah.

Selebihnya ada curug mini, kandang sapi, kandang burung, taman-taman, penjual aneka makanan, pernak pernik, bangunan gaya eropa dll. Kami tidak begitu lama disana karena hujan yang turun membuat mood ngedrop dan pengennya tiduran di kasur.

Lembang Part II: Floating Market

Hari berikutnya kami berkemas untuk cekout hotel di pagi hari sekitar jam8. Setelah sarapan bubur ayam dan ketupat tahu di persimpangan Lembang, kami menuju Floating market dengan menaiki angkot.

Berjalan kaki kira-kira 100meter, bayar tiket 20rb/orang sampailah di gerbang masuk. Lalu menukarkan potongan tiket dengan lemon tea atau kopi hangat.

Kami berkeliling sambil foto-foto ke arah kiri gerbang mengitari danau. Ada joglo has sunda dan saung-saung gratis tempat istirahat atau "botram" ala orang-orang sunda. Ada cafe-cafean, ada juga semacam penginapan di dalam area floating market.

Sesuai namanya, semakin kami ke dalam semakin banyak penjual makanan berjejer di pinggir danau atau juga ada yang berjualan diatas perahu namun mereka semua merapat dipinggir danau. Mungkin karena para pengunjungnya kebanyakan jarang yang menyewa perahu.

Yang disayangkan menurut saya, pengunjung hanya bisa membeli makanan-makanan tersebut dengan menggunakan koin yang harus dibeli dulu dikonter khusus. Koin pecahan 10rb atau 25rb tersebut tidak bisa diuangkan kembali jika masih tersisa.

Kami yang tadinya tertarik makan disana jadi mengurungkan niat karena sistem koin yang sedikit ribet tsb. Padahal harga makanannya cukup terjangkau, tidak mahal-mahal amat.

Terus terang saya lebih suka di tempat ini ketimbang Farm House. Disini tempatnya lebih luas dan banyak areal santai keluarga. Anak-anakpun bisa asyik bermain dengan memberi makan kelinci, ikan mas, mancing magnet, outbond atau mencoba naik kereta api mini.

Walaupun pengunjung banyak, area ini cukup luas sehingga tidak perlu antre jika hendak berfoto di suatu titik.